Selasa, 30 Desember 2008

Ketentuan yang berkaitan dengan masalah rekam medis


Dalam UU No 29/2004 terdapat beberapa ketentuan yang berhubungan dengan penyelenggaraan rekam medis, yaitu tentang Standar Pelayanan, Persetujuan Tindakan Kedokteran, Rekam medis, Rahasia Kedokteran dan Kendali mutu dan kendali biaya. Sebagian besar ketentuan hukum tersebut adalah ketentuan yang telah diterbitkan dalam bentuk peraturan perundangundangan lain. Di bawah adalah ketentuan tersebut:

1. Pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa “dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi”.

2. Pasal 45 ayat (5) menyatakan bahwa “setiap tindakan kedokteran dan kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan”

3. Pasal 46 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis”.

4. Pasal 46 ayat (2) menyatakan bahwa “rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan”

5. Penjelasan pasal 46 ayat (3) menyatakan bahwa : “yang dimaksud dengan petugas adalah dokter atau dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknologi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tandatangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi (personal identification number)

6. Pasal 47 ayat (2) menyatakan bahwa “rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan”.

7. Pasal 49 ayat (2) menyatakan bahwa “dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan audit medis”, dengan penjelasan bahwa “yang dimaksud dengan audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis”.

8. Pasal 79 menyatakan bahwa “Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) setiap dokter dan dokter gigi yang (b) dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1)”

Memang masih banyak ketentuan hukum lain di dalam UU no 29/2004 di bidang pelayanan rekam medik yang juga penting, namun uraian ayat-ayat di atas sangat berkaitan dengan kelengkapan pengisian rekam medis yang saat ini sedang dijadikan isu utama.

Permenkes 749a tahun 1989 tentang Rekam medis dalam pasal 15 dan 16 menyebutkan butir-butir minimal yang harus dimuat dalam rekam medis, misalnya untuk pasien rawat inap setidaknya memuat informasi tentang identitas pasien, anamnesis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, persetujuan tindakan medik, catatan perawatan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan dan resume akhir dan evaluasi pengobatan. Sayang sekali bahwa format dan seberapa jauh “kelengkapan” isi rekam medis tidak atau belum diuraikan disuatu peraturan pun.

Kewajiban pengadaan rekam medis

Kewajiban pengadaan rekam medis bagi setiap sarana pelayanan kesehatan sudah diberlakukan sejak 1989 melalui permenkes no 749a, termasuk ke dalamnya adalah pengisian rekam medis dengan akurat, lengkap dan tepat waktu. Namun demikian sanksi administratif yang diberlakukan pada Permenkes diubah menjadi sanksi pidana pada UU Praktik Kedokteran. Harapan pembuat UU adalah agar para klinisi menjadi lebih bertanggungjawab dalam mengisi rekam medis.

Dokter yang merawat pasien bertanggungjawab atas kelengkapan dan keakurasian pengisian rekam medis. Di dalam praktik memang dapat saja pengisian rekam medis dilakukan oleh tenaga kesehatan lain (perawat, asisten, residen, co-ass), namun dokter yang merawat pasienlah yang memikul tanggungjawabnya. Perlu diingat bahwa kelengkapan dan keakuratan isi rekam medis sangat bermanfaat, baik bagi perawatan dan pengobatan pasien, bukti hukum bagi rumah sakit dan dokter, maupun bagi kepentingan penelitian medis dan administratif.

Petugas rekam medis atau profesional manajemen informasi kesehatan wajib berupaya untuk memastikan bahwa pendokumentasian dilakukan dengan baik, pengkodean dilakukan dengan benar, menyampaikan informasi kesehatan hanya dengan prosedur yang sah, mengolah data rekam medis dengan baik, memanfaatkan data rekam medis untuk kepentingan pengendalian mutu layanan kesehatan, dan menyadari bahwa komputerisasi rekam medis sangat membantu segala upaya pengelolaan tetapi memiliki dampak lebih terbuka sehingga aspek kerahasiaan menjadi tertantang.

Dokumentasi yang dianggap tidak dapat diterima adalah melakukan pencatatan mundur dan pengubahan catatan disesuaikan dengan hasil layanan yang terjadi. Fraud dan abuse di bidang pendokumentasian dan pengkodean harus bisa dicegah, seperti mengkode sedemikian rupa agar pembayaran menjadi lebih besar, misrepresentasi atau untuk tujuan menghindari konflik.

Aspek Hukum Rekam Medik

Dengan semakin berkembangnya dunia kesehatan di Indonesia, rekam medik mempunyai peranan tidak kalah pentingnya dalam menunjang pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Rekam medik sangat penting selain untuk diagnosis, pengobatan juga untuk evaluasi pelayanan kesehatan, peningkatan efisiensi kerja melalui penurunan mortalitas & motilitas serta perawatan penderita yang lebih sempurna. Rekam medik harus berisi informasi lengkap perihal proses pelayanan medis di masa lalu, masa kini & perkiraan terjadi di masa yang akan datang.
Kepemilikan rekam medik sering menjadi perdebatan di kalangan kesehatan, karena dokter beranggapan bahwa mereka berwenang penuh terhadap pasiennya akan tetapi petugas rekam medik bersikeras mempertahankan berkas rekam medik di lingkungan kerjanya. Di lain pihak, pasien sering memaksa untuk membawa atau membaca berkas yang memuat riwayat penyakitnya. Hal ini menunjukan bahwa rekam medik sangat penting. Sebenarnya, milik siapa rekam medik itu?
Rekam medik yang lengkap & cermat adalah syarat mutlak bagi bukti dalam kasus kasus medikolegal. Selain itu, kegunaan rekam medik dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:
- Aspek administrasi: Rekam medik mempunyai arti administrasi karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang & tanggung jawab bagi tenaga kesehatan.
- Aspek medis: Rekam medik mempunyayi nilai medis karena catatan tersebut dipakai sebagai dasar merencanakan pengobatan & perawatan yang akan diberikan.
- Aspek hukum: Rekam medik mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam usaha menegakkan hukum serta bukti untuk menegakkan keadilan.
- Aspek keuangan: Rekam medik dapat menjadi bahan untuk menetapkan pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
- Aspek penelitian: Rekam medik mempunyai nilai penelitian karena mengandung data atau informasi sebagai aspek penelitian & pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
- Aspek pendidikan: Rekam medik mempunyai nilai pendidikan karena menyangkut data informasi tentang perkembangan kronologis pelayanan medik terhadap pasien yang dapat dipelajari.
- Aspek dokumentasi: Rekam medik mempunyai nilai dekumentasi karena merupakan sumber yang harus didokumentasikan yang dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban & laporan.

Pengelolaan Rekam Medis Multimedia

Latar Belakang

Informasi kesehatan telah banyak mengalami perkembangan dalam beberapa tahun terakhir ini. Hampir keseluruhan konsep tentang apa informasi kesehatan telah kembali di definisikan. Berkaitan dengan itu, peran seorang manajer informasi kesehatan harus terus pula dikembangkan untuk mendukung tugas dan tuntutan baru ini. Kemampuan mengelola rekam medis multimedia merupakan perkembangan alamiah dari profesi informasi kesehatan. Beberapa issue yang berkembang disekitar pengelolaan rekam medis saat ini antara lain :

  • Apa yang dimaksud dengan Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) / Health Information Management (HIM) ?
  • Bagaimana kita mengelola data multimedia ?
  • Bagaimana kita mengatasi peralihan ini ?

Manajemen Informasi Kesehatan

Manajemen rekam medis telah berkembang menjadi manajemen informasi kesehatan dengan dukungan perkembangan teknologi. Rekam medis bukan lagi sekedar membuat ringkasan pasien keluar, laporan perkembangan, lembar perintah dokter, atau resume. Laporan langsung dari laboratorium dan farmasi, x-ray, fotografi, video, film, dan rekaman suara / audio juga merupakan bagian dari data klinis seorang pasien. Semua informasi yang dihasilkan tentang seorang pasien dalam fasilitas kesehatan – harus digolongkan sebagai bagian dari rekam medis.
Manajemen informasi kesehatan tidak hanya mengumpulkan data pasien di fasilitas tersebut (misalnya RS), tetapi juga melindungi dan menjaga kerahasiaannya, melakukan interpretasi, dan menganalisanya untuk membuat keputusan. Jadi, memadukan berbagai jenis data untuk membentuk rekam medis yang utuh merupakan tantangan baru. Penggunaan rekam medis atau informasi kesehatan bervariasi mulai dari pelayanan kesehatan pasien dasar hingga akreditasi RS, dari tren peningkatan kualitas sampai riset medis dan pendidikan. Semua ini – dan pemanfaatan lain dari informasi kesehatan – membutuhkan ketersediaan informasi yang lengkap dan terkini. Kenyataan bahwa data kesehatan saat ini dibuat dan dihasilkan dalam berbagai tipe media menjadikan tantangan bagi profesi informasi kesehatan.

Format Data Multimedia

Bentuk sediaan kertas masih tetap merupakan bentuk yang paling umum dari rekam medis. Namun, saat ini telah berkembang bentuk dan format lain yang mendampingi rekam medis bentuk kertas. Sudah banyak fasilitas pelayanan yang memiliki sistem laboratorium dan farmasi elektronik yangmemungkinkan untuk melihat dan memantau informasi pasien secara online. Bersamaan dengan itu, timbul kebutuhan untuk menyimpan versi cetak dari data pasien kedalam berkas rekam medisnya.
Selain kertas, bahan lain yang sering ditemukan dalam berkas RM adalah monitoring strip. Strip ini biasanya diarsip dalam lembar grafik, ditempelkan di kertas, atau disimpan dalam kantong folder. Bisa juga sebagian strip digabungkan dalam rekam medis sebagai sample, sedangkan sisa keseluruhannya disimpan secara terpisah. Hasil foto juga sering digabungkan dalam berkas RM. Bagaimanapun juga, masih ada bentuk data lainnya yang harus dikelola untuk membentuk rekam medis yang lebih lengkap dan komprehensif.
Rekaman video, suara / audio, x-ray, dan bentuk media lainnya harus dianggap dan diperlakukan sebagai bagian dari rekam medis pasien. Hal ini ternyata juga menimbulkan kesulitan karena umumnya bentuk-bentuk media ini tidak dapat diarsipkan begitu saja kedalam rekam medis kertas. Seorang manajer informasi kesehatan harus menyadari adanya tantangan ini dan berupaya menemukan cara yang tepat untuk bisa memadukan semua bentuk informasi kesehatan pasien – sehingga tercipta rekam medis pasien yang kompleks dan lengkap.

Berikut ini adalah beberapa langkah untuk memadukan semua informasi kesehatan pasien :

  • Pelajari bentuk komposisi rekam medis yang saat ini digunakan
  • Tentukan apakah semua informasi kesehatan pasien telah dikumpulkan dan apakah telah dikelola secara terpadu
  • Lakukan evaluasi, apakah masih ada data pasien yang belum dipadukan dalam rekam medis yang bersangkutan
  • Pelajari bagaimana penggunaan dan pelepasan informasi - yang umumnya belum dipadukan dalam rekam medis ini. Apakah prosedurnya telah menjamin aspek kerahasiaannya ?
  • Pelajari media penyimpanan yang dibutuhkan untuk model informasi yang saat ini masih belum terpadu dalam rekam medis
  • Adakan pertemuan dan diskusi dengan staf yang terkait dengan pengelolaan informasi kesehatan yang belum terpadu dalam rekam medis tadi
  • Tawarkan dan diskusikan model koordinasi untuk memadukan bagian-bagian informasi kesehatan tersebut agar terbentuk satu kesatuan rekam medis multimedia yang lengkap

Memadukan Format Data Multimedia

Memadukan berbagai format data multimedia dapat dilakukan melalui beberapa cara. Sistem rekam medis berbasis komputer (Computer-based patient record / CPR) dapat didayagunakan dan menghasilkan rekam medis multimedia. Sistem CPR ini mampu menangkap dan menyimpan data dalam berbagai format yang berbeda. Jika semua format media seorang pasien telah disimpan dan dikelola dengan menggunakan satu identitas / nomor RM yang bersangkutan (unit numbering system), maka akan terbentuk satu rekam medis yang komprehensif.
Karena sebagian besar RS belum memiliki dan mendayagunakan sistem CPR, maka seorang profesional informasi kesehatan harus paham benar saat memadukan berbagai format data multimedia dengan data dasar pasien. Bentuk microfilm dan microfiche adalah contoh dari rekam medis yang sudah banyak dikenal oleh seorang profesional informasi kesehatan. Namun, rekaman video, audio, film, foto, dan x-ray sering kali belum dianggap sebagai bagian dari rekam medis. Semua ini merupakan tanggung jawab profesi informasi kesehatan untuk menginformasikan dan mendidik unit lain tentang betapa pentingnya bagian dari data ini dalam manajemen informasi kesehatan.

Melalui Masa Transisi

Disamping pertimbangan untuk mengimplementasikan sistem CPR, langkah esensial lainnya adalah membentuk tim yang terdiri dari multidisiplin sektor untuk menyusun dan mengembangkan issue yang berkaitan dengan rekam medis multimedia. Seorang profesional informasi kesehatan harus dapat berperan sebagai organisator tim dan mengarahkan visi tim. Salah satu tujuan utama tim ini adalah untuk mengembangkan rencana terpadu. Rencana ini hendaknya mencakup daftar data pasien yang membutuhkan keterpaduan untuk membangun rekam medis yang lengkap. Rencana ini juga hendaknya mengidentifikasi kebijakan dan prosedur dalam membangun dan mengelola rekam medis multimedia. Tim ini juga dapat membantu proses identifikasi issue dan solusi sekitar pengelolaan rekam medis multimedia ini.
Penerimaan lingkungan dan ketersediaan tempat penyimpanan merupakan dua issue yang harus dihadapi oleh profesi informasi kesehatan. Unit atau departemen lain mungkin tidak sependapat bahwa produk mereka, misalnya x-ray, merupakan bagian dari rekam medis. Pertemuan dengan staf departemen / unit tersebut dan berdiskusi mengenai keuntungan memadusatukan data pasien tersebut – bisa mendorong mereka dan ikut membentuk pola pikir yang searah.
Bekerja sama secara multidisiplin sektor lain ini akan membantu membuka pintu kearah penerimaan untuk memadusatukan format multimedia guna membentuk rekam medis yang lengkap.
Issue tentang tempat penyimpanan dapat menjadi masalah saat berbagai format multimedia harus disimpan di unit rekam medis (URM). Kebanyakan URM biasanya telah memiliki prediksi kebutuhan tempat penyimpanan ini. Dengan masuknya tambahan bermacam format multimedia kedalam berkas atau unit dapat menyebabkan tempat yang telah direncanakan untuk mengelola rekam medis menjadi tidak cukup lagi. Pengorganisasian ulang tempat dan media penyimpanan mungkin perlu dibahas dan menjadi bagian dari rencana tim. Tim ini mungkin bisa mengembangkan ide untuk mengatasi keterbatasan tempat dimasa mendatang.